Cerita Rakyat Watu Gajah

01 Mei 2021
Taufiq Kamal, S.Kom, M.Cs.
Dibaca 562 Kali
Cerita Rakyat Watu Gajah

Dusun Gunungan - adalah salah satu dusun di kalurahan Pleret dari 11 dusun yang ada di sekelilingnya. Berada ditimur laut dengan kalurahan pleret ini dan merupakan dusun peninggalan dari kraton mataram pleret pada masa Sultan Amangkurat 1. Dusun Gunungan sendiri mempunyai latar belakang dari sejarah Amangkurat 1.

Konon menurut cerita dari para sesepuh dusun, Dusun Gunungan ini dulunya adalah salah satu tempat pembuangan Gunungan gunungan kraton layaknya Grebekan seperti yang di lakukan kraton Yogyakarta baik itu setiap muludan atau biasa di sebut Grebek Mulud kalo atau grebek syawal kalo orang yogyakarta sering menyebut. Dimana pada acara acara seperti itu selalu dilakukan dengan arak-arakan prajurit bergodo maupun gunungan yang di panggul oleh beberapa orang prajurit serta terdiri dari berbagai macem gunungn dan berbagai jenis makanan yang kemudian di perebutkan kepada seluruh warga masyarakat atau kawulo di wilayah kekuasaannya. Dari bekas-bekas gunungan itulah kemudian di buang ke satu wilayah yang jadi tempat pembuangan bekas gunungan yang sudah tidak terpakai. Maka kemudian tempat itu dinamakan Dusun Gunungan.

Menurut cerita warga sekitar di Dusun gunungan ini terdapat sebuah Batu dengan ukiran seperti kepala gajah dengan ukuran sebesar pelukan orang dewasa yang berada di tengah dusun tersebut yang di anggap keramat oleh warga sekitar. Konon dahulu pernah ada seorang petani yang menggunakan gerobak yang sedang mengusung hasil panenannya kebetulan menyenggol bagian kuping dan belalainya sehingga rusak. Anehnya tiba tiba sj sopir gerobak itu langsung pingsan dan meninggal ditempat itu juga. Hal inilah yang kemudian membuat masyarakat mengangaggap keramat akan adanya batu yang berbentuk kepala gajah itu.

Sebuah peristiwa mistis terjadi, yaitu ketika masyarakat sekitar akan melakukan pelebaran jalan, kemudian mereka hendak memindahkan batu itu kesuatu tempat, tiba tiba ada salah satu warga yang kesurupan bertingkah meraung raung layaknya seekor gajah besar sedang mengamuk, maka kemudian batu itu diminta oleh sesepuh dusun untuk mengembalikan ke tempat semula. Setelah itu, warga yang kesurupan tadi bisa sadar kembali. Namun kejadian yang lebih mengherankan terjadi lagi, yaitu ketika batu yang saat mau dipindahkan itu bisa di angkat oleh 2 orang saja, namun setelah dikembalikan ketempat semula dan mau digeser mundur oleh puluhan warga, batu itu tetap tidak bisa digeser

Oleh sebab itulah kemudian batu yang berukir kepala gajah tersebut sekarang tetap berada di tempatnya semula, di samping jalan berdampingan dengan Gardu ronda Warga dan tidak akan di pindahkan lagi serta dirawat oleh warga setempat karena dianggap keramat.

Menurut cerita dari para sesepuh dusun,  batu ukiran gajah itu adalah gajah kraton pleret yang digunakan untuk mengangkut bekas-bekas gunungan yang akan di buang setelah selesai acara perayaan keraton. Namun pada saat membuang bekas gunungan di tempat itu, gajah tiba-tiba meninggal lalu dikuburkan di tempat itu juga. Pada akhirnya batu ukiran gajah itu adalah sebagai tetenger  kelangenan dari kraton Mataram Pleret