Mengenal Sejarah lokal melalui Lawatan Sejarah Cagar Budaya Situs Kerta-Plered

17 Mei 2023
Dewi Orisya
Dibaca 324 Kali
Mengenal Sejarah lokal melalui Lawatan Sejarah Cagar Budaya Situs Kerta-Plered

Info Pleret -  Kabupaten Bantul banyak sekali memiliki Peninggalan-peninggalan jaman dahulu yang bernilai sejarah, tetapi banyak yang belum dikenal sejarahnya oleh masyarakat, padahal memiliki nilai sejarah yang sangat penting. Guna meningkatkan pengetahuan terhadap keberadaan dan minat belajar sejarah cagar budaya tersebut Dinas Kebudayaan Kabupaten Bantul menggelar kegiatan Peningkatan Kapasitas Sejarah Lokal yang berupa Lawatan Sejarah Tahun 2023 untuk Masyarakat Umum pada Selasa (16/5/2023).

Ada dua lokasi yang dikunjungi yaitu Situs Keraton Kotagede dan Situs Kerta-Plered. Kegiatan ini diikuti oleh dua puluh peserta yang mewakili beberapa komunitas antara lain : Guru Sejarah, Komunitas Film , Pelajar, Pendamping Desa Budaya, Ikatan Mahasiswa Bantul, Forum Anak Bantul, Komunitas Malam Museum, Jurnalis Kabupaten Bantul, dll

Kegiatan diawali dengan Upacara Pelepasan di halaman Dinas Kebudayaan Kabupaten Bantul yang dipimpin oleh Kepala Bidang Sejarah Permuseuman Bahasa Sastra Dra. Kun Ernawati, M.si. Dalam sambutannya menyampaikan bahwa masyarakat banyak yang tidak mengetahui sejarah lokal dan cagar budaya yang ada di daerahnya. Dengan keprihatinan ini maka diadakan kegiatan Lawatan Sejarah yang melibatkan anak sekolah, guru sejarah dan masyarakat umum. untuk ikut jadi peserta lawatan ini mereka mendaftar melalui link jelajah situs dengan syarat yang sudah ditentukan.

Tujuan pertama yaitu mengenal sejarah Kotagede adalah salah satu kecamatan di Yogyakarta yang merupakan kawasan budaya dan situs peninggalan Kerajaan Mataram Islam. Pada abad ke-16, Kotagede pernah menjadi ibu kota Kerajaan Mataram Islam yang digunakan sebagai pusat kegiatan politik, sosial budaya, keagamaan, maupun pusat ekonomi masyarakat.  Kotagede merupakan bukti nyata peradaban tertua di Yogyakarta yang memiliki peninggalan bangunan bersejarah serta arsitektur kuno Kerajaan Mataram Islam.

Sejarah Kotagede dapat ditelusuri dari kisah Sultan Hadiwijaya atau Jaka Tingkir, pendiri Kerajaan Pajang di Jawa Tengah. Pada sekitar pertengahan abad ke-16, Sultan Hadiwijaya memiliki musuh Arya Penangsang dari Jipang. Arya Panangsang akhirnya dapat dikalahkan oleh Ki Ageng Pemanahan. Atas jasanya, ia diberi hadiah oleh Sultan Hadiwijaya berupa tanah perdikan di hutan Mentaok (sekarang Kotagede). Tanah tersebut merupakan bekas daerah kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno yang telah lama runtuh, hingga menjadi hutan lebat.  Setelah itu, Ki Ageng Pemanahan melakukan pembukaan lahan, atau yang disebut babat alas.

Setelah berhasil membuka lahan, Hutan Mentaok menjadi tempat tinggal Ki Ageng Pemanahan beserta keluarga dan pengikutnya. Ki Ageng Pemanahan pun membangun wilayahnya menjadi desa yang makmur dengan status di bawah Kerajaan Pajang.  Pada 1584, Ki Ageng Pemanahan wafat dan perannya diteruskan oleh putranya, Danang Sutawijaya atau kemudian dikenal sebagai Panembahan Senopati. Panembahan Senopati inilah yang kemudian mendirikan Kerajaan Mataram Islam setelah mengalahkan Kerajaan Pajang. Kotagede pun menjadi ibu kota Kerajaan Mataram Islam, yang digunakan sebagai pusat kegiatan politik, sosial budaya, keagamaan, maupun pusat ekonomi masyarakat.


Tujuan kedua mengenal sejarah Mataram Pleret yang merupakan pusat pemerintahan Kerajaan Islam abad 17 M. Disini dapat ditemui peninggalan sisa-sisa bangunan Kerajaan Kerto ( Masa Sultan Agung Hanyakrakusuma) dan Keraton Pleret (Masa Susuhunan Amangkurat I). Letak bangunan museum ada di Dusun Kedaton yang merupakan bekas Kerajaan Pleret. Situs yang asli terletak disitu adalah Sumur Gumuling yang merupakan sumber air Komplek Kraton Pleret. Untuk melengkapi visualisasi pengunjung akan diputarkan film tentang sejarah pembangunan Keraton Kerto dan Pleret yang sudah sangat tinggi peradapannya saat itu, seperti membangun tembok pagar kraton yang tinggi dan tebal, membendung Sungai Oya menjadi lautan buatan yang disebut Segarayasa untuk keperluan latihan perang dan wisata.

Dan kunjungan terakhir para peserta mengunjungi bangunan Arsitektur Gaya Yogyakarta atau lebih dikenal dengan nama "Gerbang Pleret" berfungsi mengenalkan "Kerto Pleret" sebagai cikal bakal Mataram Islam dan Yogyakarta sebagai kota berbudaya luhur. Gerbang Pleret memiliki satu bangunan besar yaitu ruang audio visual yang difungsikan sebagai informasi pengenalan sejarah Pleret. 

Bapak Taufiq Kamal, S.Kom, M.Cs selaku Lurah Pleret dalam sambutannya menyampaikan fungsi dari Gerbang Pleret, Selain sebagai pusat informasi itu juga bisa digunakan untuk co-working atau ruang pertemuan. Terdapat pula bangunan kios UMKM yang berfungsi untuk menampilkan potensi-potensi UMKM, seperti aneka kuliner, kerajinan, jejamuan, jajanan pasar, makanan tradisional dan fashion.

Nama Gerbang Pleret sendiri memiliki makna sebagai titik awal atau pintu masuk pada suatu tempat yang berharga sekaligus menjadi ikon. Gerbang Pleret dibangun untuk pengembangan kebudayaan yang memberikan dampak besar bagi masyarakat sekitar. 

Lurah Pleret juga menyampaikan Master plan Pengembangan Lereng Gunung Sentono yang sudah mulai berjalan pembangunannya, yang nantinya akan didirikan bangunan untuk aktivitas ekonomi berupa kios-kios dan tempat untuk pertunjukkan kesenian dan kebudayaan lokal. 

orisya