Situs Makam Kyai Kategan

01 Mei 2021
Taufiq Kamal, S.Kom, M.Cs.
Dibaca 1.009 Kali
Situs Makam Kyai Kategan

Dalam peta tata kekaratonan mataram Islam pada zamannya, Kyai Kategan adalah ulama yang dilambangkan dengan gajah (liman). Itu berarti sang linambang tersebut merupakan ulama yang ikut dalam penataan kebijaksanaan melalui jalur pengajaran ilmu pengetahuan dan seturutnya untuk orang banyak.

Maklumat ini mengantarkan pemahaman penting pada kenyataan bahwa Kyai Kategan adalah seorang penghulu yang diminta langsung oleh Sinuwun Sultan Agung Hanyakrakusuma. Sekedar kabar tambahan, selain “gajah”, ada pula lambang “kyai ageng” lainnya di jawa, yaitu lebah (bramara) dan biawak/buaya/bajul (sarira). Mudah-mudahan lain kali tajuk ini akan kita perkalamkan.

eistimewaan Kyai Kategan ada di situ. Ia menjadi sosok keramat dalam kerja penyusunan-ulang peradaban (cakra manggilingan) yang dikrida-laksanakan oleh Sultan Agung Hanyakrakusuma. Sebagai seorang pemegang tampuk kendali berjeneng (bernama-ruh) “Hanyakrakusuma”, Sultan Agung memang tertakdirkan untuk memulakan pemanunggalan tata-hidup beralas peradaban bulan (candra) dan peradaban matahari (surya) yang sebelumnya masih terpisah.

Jeneng “hanyakrakusuma” itu sendiri sebelumnya hanya ditakdirkan untuk Sunan Bonang, yang digelari “Ratu Wahdat” alias sang pengampu perkara ke-muhammad-an (wahdatul muhammadiyah). Dengan demikian, gerak-gerik kebijakan Sultan Agung mewarisi kewajiban pembumian perkara ke-muhammad-an dari Sunan Bonang.

Hingga kini, polesan peradaban baru yang bersumber dari tangan Sultan Agung melestari dalam banyak hal. Satu di antaranya adalah ilmu matematika-amali (ilmu falak) kawula jawi. Mulai dari babak penghitungan mangsa, pemilihan pekerjaan, perbintangan, tafsir mimpi, hitungan waktu terbaik untuk bepergian, hingga perjodohan. Semua itu, di jawa, merupakan perkara ke-muhammad-an. Menjadi maklum bila nama Kanjeng Nabi saw dan amal salawat kepadanya lantas menyumsum di dalam kebudayaan jawa. Kyai Kategan ada di pusat kerja pembumian ke-muhammad-an itu di tanah Jawa.

Jeneng “Kategan” berasal dari bahasa kawi. “Kategan” berarti: telah meninggalkan keduniaan (wis ninggal kadonyan). Ia juga berarti orang yang tapa (suluk)nya telah menyempurna (kasutapan). Ada satu makna tingkat lanjut dari jeneng “Kategan” ini.

Pasarean atau makam Kyai Kategan ada di kampung-kubur Kenanga Mulya. Terletak di barat Masjid Taqorrub, Kanggotan, Pleret, Pleret, Bantul, Yogyakarta. Ia berada di dalam sepetak ruang terbuka bersama 4 makam lain. Masjid Taqorrub agaknya merupakan Masjid Kauman atau masjid Karaton pada masa Karaton Kerta di zaman Sultan Agung. Sekira 100 meter ke selatan dari masjid ini, terdapat Situs Kerta yang diperkirakan sebagai Karaton pada masa itu.

Nama Kyai Kategan juga masih hidup dalam cerita tutur masyarakat Yogyakarta. Terutama para sesepuh. Saya pernah menyowani Mbah Jamhari, seorang sepuh berusia lebih 90 tahun yang berumah di Manisrenggo, Klaten. Mbah Jam, begitu biasa ia dipanggil, bercerita perihal Kyai Kategan yang setiap waktu menunaikan salat di Mekah.

Bila Sultan Agung yang mengajaknya untuk salat ke Mekah, maka sebelum sang sultan sampai menginjakkan kaki di tanah suci itu, Kyai Kategan sudah lebih dahulu berada di sana. Begitu sebaliknya. Bila Kyai Kategan yang mengajak, maka sang Sultan pewaris sanad ilmu Sunan Bonang itu telah sampai di sana mendahuluinya.

Kyai Kategan juga tercatat sebagai kawan guyonan Sultan Agung. Dikisahkan dalam cerita tutur warga mataram, yang juga tercatat dalam Babad Nitik Sultan Agung, bahwa suatu ketika Kyai Kategan didawuh untuk datang ke Kraton. Tapi ia enggan. Padahal ia ditugaskan untuk membacakan doa. Setelah beberapa kali dipanggil, ia tetap tidak mau datang. Setelah tiga kali menolak, Sultan Agung memanggilnya lewat utusan khusus.

Singkat cerita, Kyai Kategan akhirnya berkersa untuk merawuh membacakan doa. Tapi ketika doa baru sampai di lafal salawat nabi, satu-satu lauk-pauk yang telah dihidangkan tiba-tiba hidup kembali. Ayam, sapi, kerbau, ikan, semuanya berlompatan di atas meja hidang. Akhirnya acaranya dibatalkan. Sultan Agung, Kyai Kategan, dan para hadirin tertawa terpingkal-pingkal.

Lokasi Makam Kyai Kategan :